Selasa, 30 Juni 2015

Teori Perkembangan Kognitif dari Jean Piaget



Jean Piaget terkenal dengan teori kognitifnya yang berpengaruh penting terhadap  perkembangan konsep kecerdasan. Psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980 ini pada awalnya lebih tertarik pada bidang biologi dan filsafat khususnya epistemologi. Namun dalam perjalanan karirnya sebagai peneliti di Binet Testing Laboratory di Paris, Piaget lebih fokus pada bidang psikologi. Pengertian kognisi sebenarnya meliputi aspek-aspek struktur intelek yang digunakan untuk mengetahui sesuatu. Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan organisme, bukan pula pengaruh lingkungan semata, melainkan hasil interaksi diantara keduanya. Jean Peaget mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan  penyesuaian (adaptasi). Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Piaget memakai istilah scheme dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang . Scheme berhubungan dengan : 1. Refleks-refleks pembawaan: misalnya bernapas, makan, minum. 2. Scheme mental ; misalnya scheme of classification, scheme of operation. ( pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap, pola tingkah laku yang dapat diamati).

Faktor yang Berpengaruh dalam Perkembangan Kognitif  (Dahar, 2011: 141) yaitu :
1.        Fisik 
 Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
 
2.        Kematangan
 Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.

3.        Pengaruh sosial
 Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif.

4.        Proses pengaturan diri yang disebut ekuilibrasi
 Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan  jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.

Tahap  –  tahap Perkembangan Piaget (dalam Dahar, 2011: 136-139) membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4  periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia :
1.      Periode sensorimotor (usia 0 – 2 tahun)
2.      Periode praoperasional (usia 2 – 7 tahun)
3.      Periode operasional konkrit (usia 7 – 11 tahun)
4.      Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

1)       Periode sensorimotor

Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
  1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
  2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
  3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
  4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
  5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
  6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.

2)        Tahapan praoperasional

Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

3)        Tahapan operasional konkrit

Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

4)        Tahapan operasional formal

Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
 Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  • Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
  • Universal (tidak terkait budaya)
  • Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
  • Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
  • Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
  • Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif

Proses perkembangan

Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.

Pengertian Gaya Belajar (Learning Styles)



 A. PENGERTIAN GAYA BELAJAR 
  • Menurut Fleming dan Mills (1992), gaya belajar merupakan kecenderungan siswa untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran.
  • Drummond (1998:186) mendefinisikan gaya belajar sebagai, “an individual’s preferred mode and desired conditions of learning.” Maksudnya, gaya belajar dianggap sebagai cara belajar atau kondisi belajar yang disukai oleh pembelajar. 
  • Willing (1988) mendefinisikan gaya belajar sebagai kebiasaan belajar yang disenangi oleh pembelajar. Keefe (1979) memandang gaya belajar sebagai cara seseorang dalam menerima, berinteraksi, dan memandang lingkungannya. Dunn dan Griggs (1988) memandang gaya belajar sebagai karakter biologis bawaan.
Gaya belajar atau learning style adalah suatu karakteristik kognitif, afektif dan perilaku psikomotoris, sebagai indikator yang bertindak yang relatif stabil untuk pebelajar merasa saling berhubungan dan bereaksi terhadap lingkungan belajar (NASSP dalam Ardhana dan Willis, 1989 : 4).
 Definisi yang lebih menjurus pada gaya belajar bahasa dan yang dijadikan panduan pada penelitian ini dikemukakan oleh Oxford (2001:359) dimana gaya belajar didefinisikan sebagai pendekatan yang digunakan peserta didik dalam belajar bahasa baru atau mempelajari berbagai mata pelajaran.

B. MACAM-MACAM GAYA BELAJAR

1. Visual (belajar dengan cara melihat)

Lirikan keatas bila berbicara, berbicara dengan cepat. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan ( visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.

Ciri-ciri gaya belajar visual : 
a.         Bicara agak cepat
b.        Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
c.         Tidak mudah terganggu oleh keributan
d.        Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
e.         Lebih suka membaca dari pada dibacakan
f.          Pembaca cepat dan tekun
g.         Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
h.         Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
i.           Lebih suka musik dari pada seni
j.          Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya 

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :
a.       Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.
b.      Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
c.       Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
d.      Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).
e.       Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.

2. Auditori (belajar dengan cara mendengar)

Lirikan ke kiri/ke kanan mendatar bila berbicara, berbicara sedang2 saja. Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga ( alat pendengarannya ), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.

Ciri-ciri gaya belajar auditori :
a.       Saat bekerja suka bicaa kepada diri sendiri
b.      Penampilan rapi
c.       Mudah terganggu oleh keributan
d.      Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
e.       Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
f.        Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
g.       Biasanya ia pembicara yang fasih
h.       Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
i.         Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
j.        Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
k.      Berbicara dalam irama yang terpola
l.         Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditori :
a.       Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di dalam keluarga.
b.      Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
c.       Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
d.      Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
e.       Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.

3. Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)

Lirikan kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.

Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :
a.       Berbicara perlahan
b.      Penampilan rapi
c.       Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
d.      Belajar melalui memanipulasi dan praktek
e.       Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
f.        Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
g.       Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
h.       Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
i.         Menyukai permainan yang menyibukkan
j.        Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu
k.      Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik:
a.       Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.
b.      Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil menggunakan gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).
c.       Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.
d.      Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.
e.       Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.


slow motion trey songz forme

Get this mp3 dowload