Jean Piaget terkenal dengan teori kognitifnya
yang berpengaruh penting terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Psikolog Swiss yang hidup
tahun 1896-1980 ini pada awalnya lebih tertarik pada bidang biologi dan
filsafat khususnya epistemologi. Namun dalam perjalanan karirnya sebagai
peneliti di Binet Testing Laboratory di Paris, Piaget lebih fokus pada bidang
psikologi. Pengertian kognisi sebenarnya meliputi aspek-aspek struktur intelek
yang digunakan untuk mengetahui sesuatu. Piaget menyatakan bahwa perkembangan
kognitif bukan hanya hasil kematangan organisme, bukan pula pengaruh lingkungan
semata, melainkan hasil interaksi diantara keduanya. Jean Peaget mengatakan
bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam
pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia
individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi). Jean Piaget
menyebut bahwa struktur kognitif sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari
skema-skema. Seseorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respons
terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini
berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Piaget memakai istilah scheme dengan istilah struktur. Scheme
adalah pola tingkah laku yang dapat diulang . Scheme berhubungan dengan : 1.
Refleks-refleks pembawaan: misalnya bernapas, makan, minum. 2. Scheme mental ;
misalnya scheme of classification, scheme of operation. ( pola tingkah laku
yang masih sukar diamati seperti sikap, pola tingkah laku yang dapat diamati).
Faktor yang Berpengaruh dalam Perkembangan
Kognitif (Dahar,
2011: 141) yaitu :
1.
Fisik
Interaksi
antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak
dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika
intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
2.
Kematangan
Kematangan
sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat
secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk
perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi
secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan
tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
3.
Pengaruh sosial
Lingkungan
sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau
menghambat perkembangan struktur kognitif.
4.
Proses pengaturan diri yang disebut ekuilibrasi
Proses
pengaturan diri dan pengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik dari individu
dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan
jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu
dan tersusun baik.
Tahap
– tahap Perkembangan
Piaget (dalam Dahar, 2011: 136-139) membagi perkembangan kognitif anak ke dalam
4 periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring
pertambahan usia :
1. Periode sensorimotor (usia
0 – 2 tahun)
2. Periode praoperasional (usia 2 – 7
tahun)
3. Periode operasional konkrit (usia 7
– 11 tahun)
4. Periode operasional formal (usia 11
tahun sampai dewasa)
1) Periode sensorimotor
Menurut Piaget,
bayi lahir dengan
sejumlah refleks
bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya
dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor
adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini
menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam
sub-tahapan:
- Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
- Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
- Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
2) Tahapan praoperasional
Tahapan ini
merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan,
Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara
kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam
teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap
objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara
logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar
menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata.
Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut
pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri,
seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan
semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget,
tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia
dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka
mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun,
mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan
ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya
di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka
kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring
pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak
memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda
yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
3) Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini
adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai
duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang
memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya.
Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari
benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda
menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa
serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian
tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan
bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan
untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap
cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang
tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah,
kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan
bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah
tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda
tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya
sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya
berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan
sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu
dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara
yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan
boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan
boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam
tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka
itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan
ke dalam laci oleh Ujang.
4) Tahapan operasional formal
Tahap operasional
formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap
ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan
terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan
untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan
dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami
hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu
hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di
antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi
berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis,
kognitif, penalaran moral, perkembangan
psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai
perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan
berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap
operasional konkrit.
Keempat tahapan ini
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
- Universal (tidak terkait budaya)
- Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
- Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
- Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
- Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif
Proses perkembangan
Seorang
individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan
berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa
kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia.
Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat
dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema
mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan
tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi
yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti
skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema
tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak
berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa
semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin
anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia
miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah
ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung
memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke
dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung
kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi
binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau
penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema
yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru
sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya
tentang burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh
mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.
Melalui kedua
proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang
sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian
tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium,
yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya
di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut
selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Dengan
demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari
luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi
pengetahuannya.