Rabu, 28 Oktober 2015

Pemanfaatan E-Learning di Sekolah Dasar



A.      Pengertian  E-Learning
E-Learning adalah istilah yang digunakan untuk menyederhanakan kata electronic learning . Diliat dari struktur kata electronic learning atau e-learning dapat kita lihat bahwa istilah ini dibentuk dari dua kata dasar yaitu elektronic yang berarti elektronik dan learning yang berarti pembelajaran. Jadi electronic learning atau e-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika. Dalam pelaksanaannya e-learning menggunakan jasa audio, video atau perangkat komputer atau kombinasi dari ketiganya. Dalam berbagai literatur, e-learning didefinisikan sebagai berikut:
e-Learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses” (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002).

B.       Metode Pembelajaran E-Learning
Dilihat dari cara penyampaiannya, e-learning dibagai kedalam dua cara yaitu One way communication (komunikasi satu arah) dan Two way communication (komunikasi dua arah). Komunikasi atau interaksi antara guru dan peserta didik memang sebaiknya melalui sistem dua arah. Dalam e-learning, sistem dua arah ini juga bisa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: dilaksanakan melalui cara langsung (synchronous). Artinya pada saat instruktur memberikan pelajaran, peserta didik dapat langsung mendengarkan; dan dilaksanakan melalaui cara tidak langsung (a-synchronous). Misalnya pesan dari instruktur direkam dahulu sebelum digunakan.
Pemanfaatan e-learning tidak terlepas dari jasa internet. Karena teknik pembelajaran yang tersedia di internet begitu lengkap, maka hal ini akan mempengaruhi terhadap tugas guru dalam proses pembelajaran. Dahulu, proses belajar mengajar didominasi oleh peran guru, karena itu disebut the era of teacher. Kini, proses belajar dan mengajar, banyak didominasi oleh peran guru dan buku (the era of teacher and book) dan pada masa mendatang proses belajar dan mengajar akan didominasi oleh peran guru, buku dan teknologi (the era of teacher, book and technology).


E-learning tidak hanya berlaku metode pembelajaran secara on-line saja, namun penerapannya bisa secara off-line juga, seperti pembelajaran di kelas dengan menggunakan proyektor atau menonton film dvd guna mempelajari sesuatu mengenai beberapa kejadian aktual seperti kejadian bencana gempa, tsunami, dan sebagainya.

C.      E-Learning di Sekolah Dasar (SD)
Bagi anak-anak sekolah dasar penggunaan internet yang kurang proporsional dapat mengabaikan peningkatan kemampuan yang bersifat manual seperti menulis tangan, menggambar, berhitung, dsb. Dalam hubungan ini guru perlu memiliki kemampuan dalam mengelola kegiatan pembelajaran secara proporsional dan demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orang tua untuk membimbing anak-anak belajar di rumah masing-masing.
 

Jadi disini siswa benar-benar dituntut untuk berperan aktif dalam pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet. Anak-anak berhadapan dengan komputer dan melakukan aktivitas pembelajaran secara interaktif melalui jaringan internet untuk memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar. Anak akan melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan kondisi kemampuan individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan dirinya.
Kurikulum dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk yang lebih kenyal atau lunak dan fleksibel. Dan tidak menutup kemungkinan untuk nantinya kebanyakan murid sekolah dasar akan membawa notebook dengan akses internet tanpa kabel.

Untuk dapat memanfaatkan e-learning dalam memperbaiki mutu pembelajaran di sekolah dasar, ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu:
1.       siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru;
2.       harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi siswa dan guru;
3.       guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar mencapai standar akademik.

D.      Kelebihan dan Kekurangan E-Learning di SD
Dari berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi yang tersedia di literatur, memberikan petunjuk tentang manfaat e-learning dengan menggunakan internet, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999, Soekartawi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini, 1997), antara lain sebagai berikut:
1.         Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu.
2.         Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari
3.         Siswa dapat belajar atau memutar ulang bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer.
4.         Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah.
5.         Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
6.         Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif
7.         Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka yang bertugas di kapal, di luar negeri, dan sebagainya.
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997), yang menyoroti kelemahan sistem e-learning, antara lain:
1.         Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar
2.         Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial
3.         Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan
4.         Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT
5.         Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal
6.         Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer)
7.         Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan soal-soal internet
8.         Kurangnya penguasaan bahasa komputer.

Daftar Pustaka
Soekartawi (2002b), e-Learning: Konsep dan Aplikasinya. Bahan-Ceramah/Makalah disampaikan pada Seminar yang diselenggarakan oleh Balitbang Depdiknas, Jakarta, 18 Desember 2002.
www.slideshare.net. penerapan-elearning-di-sd. Diunduh: Rabu, 28 Oktober 2015

Rabu, 14 Oktober 2015

Tinjauan Pustaka



 Mobile Learning (M-Learning)



Mobile Learning (m-Learning) adalah generasi berikutnya dari e-Learning dan berdasarkan pada perangkat mobile. Satu keuntungan adalah ketersediaan tinggi dari perangkat tersebut: penetrasi pasar ponsel di Austria saat ini pada tingkat 81% dan jumlahnya terus bertambah. Hal ini dapat ditekankan bahwa mayoritas penduduk memiliki ponsel yang mereka miliki di tangan sebagian besar waktu. Akibatnya, m-Learning akan menjadi instrument penting untuk belajar sepanjang masa (Andreas H, N Alexander, M Matthias 2004).

Mobile learning (m-learning) adalah pembelajaran yang memanfaatkan teknologi dan perangkat mobile. Dalam hal ini, perangkat tersebut dapat berupa PDA, telepon seluler, laptop,  tablet  PC,  dan  sebagainya.  Dengan  mobile  learning,  pengguna  dapat  mengakses konten pembelajaran di mana saja dan kapan saja, tanpa harus mengunjungi suatu tempat tertentu  pada  waktu  tertentu.  Jadi,  pengguna  dapat  mengakses  konten  pendidikan  tanpa terikat ruang dan waktu. Hardhono dan Darmayanti (2002); Simamora (2002); Brown (2001);Haryono dan Alatas (2000) menyiratkan bahwa e-Learning itu merupakankonsep belajar jarak jauh dengan menggunakan teknologi telekomunikasi dan informasi. Beberapa kemampuan penting yang harus disediakan oleh perangkat pembelajaran m-learning adalah adanya kemampuan untuk terkoneksi ke peralatan lain terutama komputer, kemampuan menyajikan informasi pembelajaran dan kemampuan untuk merealisasikan komunikasi bila teralantara pengajar dan pembelajar.

Clark Quinn (Quinn 2000) mendefinisikan mobile learning sebagai : “The intersection of mobile computing and e-learning : accessible resources wherever you are, strong search capabilities, rich interaction, powerful support for effective learning, and performance-based assessment. E-Learning independent of location in time or space”. O’Malley et al. (2003) said that mobile learning is“ … any sort  of  learning that happens when the learner is not at a fixed, predetermined location,  or learning    that    happens when    the     learner   takes   advantage   of   learning   opportunities   offered   by   mobile technologies.”    This is similar to John Traxler’s (2005) definition    that   mobile learning is    “… any educational provision where the sole or dominant technologies are handheld or palmtop  devices.”  Keegan (2005)  tried to define mobile learning by the size of the mobile device: “Mobile learning should be restricted to learning on devices   which a lady can carry in her handbag  or  a gentleman  can carry in his    pocket.” Geddes    (2004)    defined    mobile   learning as  “the acquisition of  any knowledge and skill through using mobile technology anywhere, anytime, that results in  an alteration in behaviour.”    

Atas dasar definisi tersebut maka mobile learning merupakan model pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Pada konsep pembelajaran tersebut mobile learning membawa manfaat ketersediaan materi ajar yang dapat di akses setiap saat dan visualisasi materi yang menarik. Istilah M-Learning atau Mobile Learning merujuk pada penggunaan perangkat genggam seperti PDA, ponsel, laptop dan perangkat teknologi informasi yang akan banyak digunakan dalam belajar mengajar, dalam hal ini kita fokuskan pada perangkat handphone (telepon genggam). Tujuan dari pengembangan mobile learning sendiri adalah proses belajar sepanjang waktu (long life learning), siswa/mahasiswa dapat lebih aktif dalam proses pembelajaran, menghemat waktu karena apabila diterapkan dalam proses belajar maka mahasiswa tidak perlu harus hadir di kelas hanya untuk mengumpulkan tugas, cukup tugas tersebut dikirim melalui aplikasi pada mobile phone yang secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas proses belajar itu sendiri.

Mobile Learning dapat dimanfaatkan dan dikembangkan dalam membentuk budaya belajar baru yang lebih modern, demokratis dan mendidik. Budaya belajar adalah bagian kecil dari budaya masyarakat. Budaya masyarakat diartikan sebagai keterpaduan keseluruhan objek, ide, pengetahuan, lembaga, cara mengerjakan sesuatu, kebiasaan, pola perilaku, nilai, dan sikap tiap generasi dalam suatu masyarakat yang diterima suatu generasi dari generasi pendahulunya dan diteruskan acapkali dalam bentuk yang sudah berubah kepada generasi penerusnya (Kartasasmita, 2003).

Sumber Rujukan
Gary Woodille. 2011. Mobile Learning. US; The Mc Graww-Hill Companies
Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2005.